Aulia Anisa/Pascasarjana Universitas Lampung
Dalam era globalisasi dan industrialisasi yang terus berkembang, tenaga kerja memegang peranan vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Namun demikian, berbagai risiko sosial seperti kecelakaan kerja, pemutusan hubungan kerja, penyakit akibat kerja, serta ketidakpastian pada masa tua masih menjadi ancaman nyata bagi keberlangsungan hidup para pekerja.
Sebagai respon terhadap kebutuhan tersebut, pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 membentuk Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan), yang mulai beroperasi penuh sejak 1 Januari 2014.
Transformasi dari PT Jamsostek (Persero) ke BPJS Ketenagakerjaan menandai babak baru dalam sistem jaminan sosial nasional, yang menitikberatkan pada prinsip nirlaba, keadilan sosial, keterbukaan, dan akuntabilitas. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan merupakan lembaga yang bertugas memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada para pekerja di Indonesia.
Tujuan utama dari BPJS Ketenagakerjaan adalah menjamin kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya melalui berbagai program jaminan sosial. Untuk mencapai tujuan tersebut, BPJS Ketenagakerjaan telah menerapkan berbagai strategi yang bertujuan meningkatkan cakupan kepesertaan, kualitas pelayanan, serta kesadaran masyarakat tentang pentingnya jaminan sosial.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS Ketenagakerjaan) merupakan lembaga organisasi bidang perlindungan sosial bertransformasi dari Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan pada tahun 2014, lembaga ini terus mengalami perkembangan signifikan baik dari sisi cakupan kepesertaan, pelayanan, maupun dampak sosial ekonomi.
Bersumber darih https://www.bpjsketenagakerjaan.go.id halaman resmi milik BPJS Jamsostek mencatat jumlah tenaga kerja aktif di tahun 2023 mengalami pertumbuhan 15,89% year on year (YoY) menjadi 41,46 juta atau mengalami bertambah sekitar 5,60 juta peserta aktif dari dibandingkan tahun 2022 yang sebesar 35,86 juta.
Ditahun tahun 2024 BPJS Ketenagakerjaan menargetkan jumlah peserta aktif bertambah 12,40 juta atau menjadi 53,86 juta peserta aktif. Penerimaan iuran BPJS Ketenagakerjaan juga melonjak 9,77% year on year (YoY) menjadi Rp 96,94 triliun di tahun 2023, dibandingkan tahun 2022 yang sebesar Rp 88,31 triliun.
Program utama bpjs ketenagakerjaan sebagai berikut:
Jaminan Hari Tua (JHT): Program ini memberikan manfaat berupa uang tunai yang dibayarkan sekaligus kepada peserta saat pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Iuran JHT dibayar oleh pemberi kerja sebesar 3,7% dan pekerja 2% dari upah bulanan.
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK): Memberikan perlindungan atas risiko kecelakaan kerja dari perjalanan berangkat hingga pulang kerja, termasuk penyakit akibat kerja. Manfaatnya berupa biaya pengobatan dan perawatan tanpa batas, santunan cacat, dan bantuan beasiswa untuk anak peserta.
Jaminan Kematian (JKM): Diberikan kepada ahli waris jika peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. Manfaatnya meliputi santunan kematian, santunan berkala, dan biaya pemakaman.
Jaminan Pensiun (JP): Bertujuan mempertahankan derajat kehidupan peserta setelah pensiun. Manfaat diberikan secara berkala (bulanan) dan mencakup pensiun hari tua, pensiun janda/duda, pensiun anak, dan pensiun cacat.
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP): Program ini memberikan uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja kepada pekerja/buruh yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). Peserta tidak dikenakan iuran tambahan karena dana diambil dari redistribusi iuran BPJS dan APBN.
Dalam meningkatkan kinerja organisasi dan mengoptimalkan pelaksanaan program tersebut, BPJS Ketenagakerjaan menerapkan berbagai strategi penguatan organisasi dan transformasi layanan, beberapa strategi utama BPJS Ketenagakerjaan sebagai berikut:
perluasan kepesertaan, BPJS terus melakukan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat, termasuk pelaku usaha mikro dan pekerja lepas. Program seperti “SERTAKAN” (Sejahterakan Pekerja Sekitar Anda) menjadi langkah nyata dalam mengajak pemberi kerja untuk mendaftarkan pekerja nonformal di lingkungan mereka termasuk pekerja di sektor desa, pasar.
Komunikasi dan Edukasi, BPJS Ketenagakerjaan melakukan kampanye komunikasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat dan program BPJS Ketenagakerjaan.
Good Governance, BPJS Ketenagakerjaan menerapkan prinsip good governance, termasuk melalui sertifikasi ISO 37001:2016 Sistem Manajemen Anti Penyuapan.
Transformasi digital dalam pelayanan. BPJS Ketenagakerjaan telah meluncurkan berbagai layanan digital seperti aplikasi JMO (Jamsostek Mobile) yang memungkinkan peserta mengakses informasi kepesertaan, klaim, dan simulasi manfaat dengan mudah.
BPJS Ketenagakerjaan terbukti berhasil menjadi pilar penting perlindungan sosial di Indonesia. Melalui program-programnya, Inovasi layanan digital dan implementasi program berbasis kebutuhan peserta menjadi kunci keberhasilan BPJS. Namun demikian, tantangan seperti edukasi pekerja sektor formal dan informal dan ketertiban pemberi kerja masih perlu ditingkatkan. Strategi ke depan perlu lebih fokus pada pendekatan komunitas, peningkatan literasi sosial, serta penguatan regulasi dan pengawasan terhadap pemberi kerja.
Agar perlindungan tenaga kerja semakin optimal, BPJS Ketenagakerjaan Hendaknya meningkatkan sosialisasi kepada pekerja sektor formal maupun informal, Memperluas kerja sama dengan pemerintah daerah dan komunitas lokal, Mempercepat dan menyederhanakan layanan klaim, memperkuat pengawasan kepatuhan perusahaan dalam mendaftarkan pekerja, mengembangkan SDM internal dan menjaga tata kelola yang transparan.
Meskipun telah banyak capaian, BPJS Ketenagakerjaan tetap menghadapi tantangan seperti rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya perlindungan sosial dan keterbatasan akses informasi di daerah terpencil. Oleh karena itu, strategi ke depan perlu lebih fokus pada pendekatan komunitas, peningkatan literasi sosial, serta penguatan regulasi dan pengawasan terhadap pemberi kerja.