RITME – Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) Lampung kembali menjadi sorotan. Belum genap dua bulan menjabat, dr. Imam Ghozali, Sp.An, KMN yang baru saja dilantik sebagai direktur utama, langsung dihadapkan pada gelombang kritik dan persoalan yang menumpuk.
Baru mulai berbenah dan merapikan konsolidasi internal, Imam sudah “diserbu” isu: mulai dari tudingan soal kinerja, dikaitkan dengan kedekatan dengan politisi, proyek rumah sakit, hingga persoalan pelayanan dan berbagai masalah warisan lama yang menjerat RSUDAM.
Tak hanya itu, dalam beberapa pekan terakhir, ia juga harus menghadapi dugaan praktik pemerasan oleh oknum LSM yang gencar menekan lewat pemberitaan miring dan ancaman aksi demo. Disinyalir, tekanan ini muncul karena adanya permintaan persentase dari proyek rumah sakit.
Meski baru seumur jagung menjabat dirut, dokter spesialis anestesi ini memilih untuk tidak mundur mengingat besarnya harapan kepala daerah kepadanya. “Bismillah,” ucapnya mantap saat menerima tongkat estafet kepemimpinan dari dr. Lukman Pura, Sp.PD, K-GH, MJSM pada Jumat (8/8/2025).
Gubernur Rahmat Mirzani Djausal dan Wagub Jihan Nurlela sepakat perubahan di RSUD Abdul Moeloek tidak bisa instan. Namun, dengan kepemimpinan baru, ada kesempatan besar menjadikan rumah sakit ini bukan sekadar “tempat berobat terakhir”, melainkan pusat pelayanan yang profesional, ramah, dan modern.
Imam bukan orang baru di RSUDAM. Sebelum terpilih melalui seleksi terbuka Pemprov Lampung, ia sempat menjabat sebagai pelaksana tugas (Plt). Pengalaman itu membuatnya cukup memahami peta persoalan rumah sakit rujukan terbesar di Provinsi Lampung ini.
SEGUDANG PR
RSUDAM bukan sekadar fasilitas kesehatan, tetapi menjadi wajah pelayanan medis Provinsi Lampung sejak berdiri pada 1937. Dari 15 kabupaten/kota, mayoritas pasien dengan kondisi serius berakhir di rumah sakit ini. Beban kerja besar sejalan dengan ekspektasi publik yang juga tinggi.
Namun, berbagai masalah tak henti menghantui. Keluhan pasien masih banyak. antara lain peralatan medis vital seperti MRI dan CT-Scan tidak optimal, fasilitas kebersihan, ruang tunggu, hingga kenyamanan pelayanan sering dikeluhkan, persoalan insentif tenaga kesehatan juga belum sepenuhnya tuntas.
Kritik datang dari berbagai arah. Media sosial ramai membicarakan kekurangan pelayanan. Lembaga pemeriksa negara menyoroti pengelolaan keuangan dan proyek. Bahkan isu pungutan liar hingga dugaan permainan dalam pengadaan ikut menyeruak.
Di tengah kondisi itu, Imam Ghozali harus berdiri tegak. “Saya paham masalah di RSUDAM tidak sedikit. Tapi ini rumah sakit kita bersama. Saya ingin semua pihak—tenaga kesehatan, manajemen, maupun masyarakat—ikut bergerak memperbaiki,” ujarnya.
MOMENTUM PERUBAHAN
Pengamat menilai, meski deras kritik sudah datang, Imam seharusnya diberi waktu untuk membuktikan diri. Ia dinilai cukup memahami akar masalah karena sudah lama berkecimpung di dalamnya.
Harapan besar kini disematkan di pundaknya. Sulastri, salah satu keluarga pasien, mengungkapkan suara masyarakat sederhana namun tulus: “Kami tahu tidak bisa langsung sempurna, tapi paling tidak ada perubahan nyata. Itu yang kami tunggu.”
Kini publik menanti, apakah Imam mampu mengubah wajah RSUDAM dari rumah sakit yang sarat keluhan menjadi rumah sakit yang membawa harapan dan senyum lega bagi pasien. “Insya Allah, dengan doa masyarakat Lampung, sama-sama menjaga kondusifitas, saya akan berusaha membenahi persoalan satu per satu,” pungkasnya optimistis. (*)