Kasus Zarof, BEM UTB Desak Kejagung Usut SGC

Presiden Mahasiswa Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Tulang Bawang Lampung (BEM UTB),Dedy Yansyah Putra, desak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera usut Tuntas dugaan suap yang dilakukan Sugar Group Companies terhadap hakim agung yang menyeret nama eks Kepala Badan Litbang MA, Zarof Ricar.

Kasus suap yang melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar, mengungkapkan betapa rapuhnya integritas lembaga peradilan di Indonesia. Dalam persidangan pada 7 Mei 2025 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Zarof mengakui telah menerima uang hingga Rp50 miliar dari Sugar Group Company untuk memenangkan perkara perdata melawan PT Mekar Perkasa dan Marubeni Corporation.

Pengakuan ini menunjukkan adanya praktik mafia hukum yang merusak kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.Zarof menyebutkan bahwa uang tersebut diterimanya pada sekitar tahun 2016 hingga 2018, saat dia menjabat sebagai Kepala Badan Litbang Diklat Kumdil di Mahkamah Agung. Uang suap tersebut diberikan untuk memastikan kemenangan Sugar Group dalam proses kasasi dan peninjauan kembali perkara tersebut.

Kasus ini membuka luka lama dalam sistem peradilan Indonesia dan menuntut adanya reformasi mendalam untuk memulihkan integritas lembaga peradilan.

Fakta persidangan menunjukkan bahwa mantan pejabat Mahkamah Agung itu mengakui menerima uang puluhan miliar rupiah dari Sugar Group.

Berdasarkan catatan Bem Universitas Tulang Bawang Lampung,sambung Dedy, bahwa keberadaan Sugar Group Companies Tentunya di Provinsi Lampung diduga telah banyak merugikan masyarakat dengan berbagai persoalan dan konflik dengan masyarakat.

Diantaranya, tentang dugaan pengemplangan pajak, pembakaran lahan, konflik lahan dengan masyarakat hingga dengan dugaan ketidaksesuaian jumlah pengelolaan lahan dengan yang terdapat di Sertifikat Hak Guna Usaha.

“Hal itu terungkap dengan hasil kesimpulan Rapat Dengar Pendapat DPR RI dengan Bupati Tulang Bawang pada Rabu,11 Mei 2011.

Dengan berbagai konflik yang ada kami meminta stakeholder lain setidaknya Gubernur Lampung dan Kementrian ATR/BPN untuk mengevaluasi secara serius terhadap aktivitas Sugar Group Companies di Provinsi Lampung.

Secara hukum, tindakan suap seperti ini jelas melanggar Undang-Undang Tipikor. Penerimaan uang dalam persidangan perkara tersebut apabila terbukti melanggar Pasal 6 ayat (2) juncto Pasal 18 UU No. 31/1999 jo. UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Zarof juga telah didakwa menerima gratifikasi, suatu tindak pidana tersendiri dalam koridor hukum antikorupsi.

Keterlibatan perusahaan swasta dan korporasi asing dalam penyuapan ini semakin menambah bobot masalah hukum.

Jika terbukti, hal ini merusak asas persamaan di hadapan hukum sebagaimana termaktub dalam konstitusi.(*)

Dalam Undang-Undang Mahkamah Agung dan kode etik hakim, pengambilan keputusan harus bebas dari pengaruh tidak patut; namun dugaan persekongkolan suap jelas menciderai prinsip itu.

Dedy, juga menuntut agar aparat penegak hukum menegakkan aturan secara konsekuen: siapapun pelaku dan penerima suap harus diproses hukum dengan setegas-tegasnya.

Tidak boleh ada kata ampun bila aparat negara menjadi bagian dari skandal korupsi, karena itu sama saja mengikis keadilan itu sendiri.

Secara etika dan moral, kasus ini adalah aib besar bagi lembaga yudikatif. Suap adalah pelecehan terhadap tanggung jawab publik; ia mengubah hakim dan pejabat menjadi alat mencapai tujuan tertentu.

Pelanggaran moral ini juga mencederai kepercayaan publik: menurut asas responsibilitas sosial, pejabat negara harus berlaku jujur dan berintegritas. Pelanggaran berulang akan memicu krisis legitimasi peradilan dan merampas harapan keadilan masyarakat.

Sebagai PRESIDEN BEM UTB, Dedy, Menegaskan Kepada seluruh mahasiswa bahwa mahasiswa sebagai ujung tombak demokrasi tidak boleh apatis. Mahasiswa hadir sebagai pengawal moral publik dengan mendesak penegakan hukum tanpa tebang pilih dan transparansi penuh.

Dalam semangat tersebut, PRESIDEN BEM UTB Ini mengeluarkan pernyataan yang menyerukan:

Penyelidikan kasus ini harus bebas dari intervensi. Siapapun pelaku dan penerima suap (tidak hanya Zarof Ricar, tapi termasuk otak di balik pengaturan perkara) harus diproses sesuai hukum

Proses pengadilan harus terbuka untuk diawasi publik.

“Mahasiswa meminta agar persidangan dilakukan dengan penuh pengawasan dan transparansi baik terhadap majelis hakim maupun terhadap fakta persidangan yang relevan (misalnya bukti aliran dana) dipublikasikan agar publik tahu dengan pasti fakta di lapangan,”jelas Dedy.

Lebih lanjut, Dedy menyampaikan, gerakan mahasiswa mendesak agar kasus ini menjadi momentum koreksi terhadap penegakan hukum: membuka kembali pertanggungjawaban, menumbuhkan kembali kepercayaan public.

“dengan Perlawanan yang se demikian bangsa ini dapat menegakkan keadilan yang bermakna serta mewujudkan harapan akan sistem peradilan yang bersih dan berwibawa. Serta tetaplah Brisik sebab,Otoritarianime Tidak suka kebisingan” Pungkas Mahasiswa Fakultas Fisip Utb

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Post ADS 1