TIDAK banyak jabatan di Indonesia yang memikul dua peran sekaligus seberat Gubernur. Ia bukan hanya pemimpin di tingkat provinsi, tetapi juga perpanjangan tangan Presiden.
Posisi ini menjadikan Gubernur sebagai figur strategis yang berdiri di antara rakyat dan pemerintah pusat dua arah tanggung jawab yang sering kali menuntut keseimbangan politik, birokrasi, dan kepemimpinan.
Kepala Pemerintah Provinsi
Sebagai kepala daerah, Gubernur memiliki kewenangan utama untuk menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab provinsi. Berdasarkan Pasal 65 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, tugas itu meliputi:
- memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan di bidang yang menjadi kewenangan provinsi,
- mengajukan dan menetapkan Peraturan Daerah (Perda) bersama DPRD, termasuk RPJMD dan APBD,
- menjaga ketenteraman serta ketertiban masyarakat, dan
- mewakili pemerintah daerah di dalam maupun di luar pengadilan.
Dalam kondisi tertentu, Gubernur juga berhak mengambil langkah darurat untuk melindungi kepentingan masyarakat, sebagaimana diatur dalam Pasal 65 ayat (2).
Wakil Pemerintah Pusat
Namun, peran Gubernur tidak berhenti di situ. Ia juga merupakan Wakil Pemerintah Pusat di daerah. Artinya, Gubernur bertindak atas nama Presiden dalam mengawasi jalannya pemerintahan kabupaten dan kota di wilayahnya.
Tugas ini diatur secara rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2018. Di antaranya:
- melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kinerja Bupati dan Wali Kota,
- membatalkan Perda kabupaten/kota yang bertentangan dengan kepentingan umum atau hukum yang lebih tinggi,
- memberi sanksi atau penghargaan kepada kepala daerah tingkat bawah,
- melantik Bupati/Wali Kota terpilih, dan
- menyelesaikan sengketa antar daerah dalam satu provinsi.
- Dalam menjalankan fungsi ini, Gubernur bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri (PP 33/2018 Pasal 13).
Dua Jalur Pertanggungjawaban
Inilah yang sering disebut sebagai “dua topi” Gubernur. Di satu sisi, ia dipilih langsung oleh rakyat dan harus menjawab aspirasi lokal. Di sisi lain, ia menjalankan mandat Presiden sebagai pengawas jalannya pemerintahan di bawahnya.
Secara hukum, Pasal 67 dan Pasal 91 UU 23/2014 menegaskan dualisme ini: Gubernur wajib melaporkan pelaksanaan tugasnya kepada DPRD sebagai wakil rakyat, sekaligus kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sebagai wakil pemerintah pusat.
Jembatan Antara Pusat dan Daerah
Dalam praktiknya, efektivitas seorang Gubernur diukur dari kemampuannya menyeimbangkan dua kepentingan itu menjaga sinkronisasi kebijakan nasional tanpa mengabaikan karakter dan kebutuhan daerah.
Ia menjadi “penyambung lidah” dua dunia: dunia rakyat yang membutuhkan pelayanan, dan dunia pusat yang menuntut kepatuhan regulasi.
Karena itu, memahami tugas ganda ini penting bagi publik. Bahwa menilai kinerja Gubernur tidak cukup dari kacamata politik lokal, tetapi juga dari seberapa efektif ia mengintegrasikan program nasional di daerahnya.
Kesimpulan
Peran Gubernur bukan sekadar simbol administratif, melainkan simpul strategis yang menentukan arah pembangunan. Ia memegang dua amanat konstitusional sekaligus: amanat rakyat sebagai pemimpin daerah, dan amanat negara sebagai wakil Presiden di provinsi.
Dengan memahami dua peran ini, masyarakat dapat melihat betapa kompleks tanggung jawab seorang Gubernur dan betapa pentingnya posisi ini dalam memastikan Indonesia berjalan serasi dari pusat hingga daerah.
Mahendra Utama Pemerhati Pembangunan
#Gubernur #PemerintahanDaerah #UU23Tahun2014 #PP33Tahun2018 #MahendraUtam











