Watoni : DPRD Tidak Ingin adanya Tindakan Kekerasan dilingkungan Keluarga – Masyarakat

PESAWARAN – Sosialisasi Peraturan Daerah yang disampaikan merupakan upaya dari DPRD Provinsi Lampung, untuk memberikan pemahaman masyarakat tentang aturan. Khususnya, hal yang berkenaan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Dalam sambutannya, Anggota DPRD Provinsi Lampung Watoni Noerdin mengatakan Sosialisasi Peraturan Daerah Provinsi Lampung, Nomor 2 Tahun 2021, tentang Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Provinsi Lampung lahir dari masyarakat. Sehingga, butuh panduan dan edukasi pemahaman aturan yang mengikat bagi masyarakat.

“Kekerasan banyak terjadi, baik suami kepada istri atau sebaliknya, orang tua terhadap anak. Ini harus kita hindari,” kata Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Provinsi Lampung, Watoni Noerdin. Di hadapan masyarakat, Desa Margorejo, Kecamatan Tegineneng, Kabupaten Pesawaran. Minggu (20/08/2023).

Atas dasar itu, Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Lampung tersebut melanjutkan. DPRD Lampung merancang sejumlah aturan dalam bentuk Perda yang wajib diketahui oleh masyarakat. Karena, terkadang Perda dibuat tapi, masyarakat tidak tahu.

“Biasanya sosialisasi ini, disampaikan oleh dinas terkait, setelah itu selesai. Sementara, masyarakat tidak tersentuh secara menyeluruh. Sehingga, kami mengganggap butuhnya sosialisasi terus dilakukan. Agar, tindak kekerasan tidak terjadi lagi di wilayah Pesawaran dan Lampung,” ujarnya.

Bahkan, kata Anggota Komisi I DPRD Lampung tersebut. Sejauh ini, masyarakat hanya paham tentang kekerasan fisik. Padahal, ucapan atau kata-kata pun masuk dalam kekerasan, dengan kategori pemicu problem terjadi.

“Nah, harapan saya. Setelah mengikuti kegiatan ini, masyarakat dapat paham dan mampu menyelesaikan persoalan melalui musyawarah. Semua wajib kita saling jaga, agar kerukunan antar warga bisa teraga,” kata Watoni.

Ditempat yang sama, Handi Mulyaningsih (Narasumber) mengatakan tidak kekerasan ucapan atau kata-kata masuk dalam kategori tindak kekerasan psikis. Dan hal tersebut harus dihindari. Misalnya, memanggil nama anak tidak sesuai namanya.

“Nah, hal itu masuk dalam kekerasan fisikis. Kenapa kita tidak mau manggil si ganteng, soleh, si pintar. Sehingga, mentalnya menjadi baik dan kelak dewasa bisa mewujudkan harapan itu sendiri,” ujarnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Post ADS 1