RITME – Kegiatan Wisata Rohani di Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Lampung Tahun 2025 Rp1,3 Miliar lebih. Hal itu dinilai berbanding terbalik dengan semangat Efisiensi dari Presiden RI Prabowo Subianto.
Diketahui dari data yang didapat media ini, Biro Kesra Lampung telah menganggarkan
Biaya Peserta Ziarah Wisata Rohani sebesar Rp1.359.000 di tahun 2025. Nilai ini turun sedikit dari tahun 2024 yang diproyeksi sebesar Rp1.579.000.000.
Rencana penganggaran yang ugal-ugalan di era efisiensi ini jelas tidak membantu perihal semangat stabilitas keuangan dan skala prioritas program pembangunan yang digaungkan oleh Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal.
Saat dikonfirmasi perihal rincian kegiatan tersebut. Plt. Kepala Biro Kesra Lampung Yuri Agustina Primasari, mengungkapkan rencana kegiatan tersebut memang ada dan telah dianggarkan.
“Untuk jumlah peserta kami belum bisa memastikan karena anggaran tersebut bisa saja berubah pada penetapan APBD-P saat ini,” bebernya.
Yuri juga menegaskan, anggaran tersebut bakal digunakan untuk perjalanan wisata rohani khusus Ziarah Walisongo. “Sepertinya hanya untuk Perjalanan Ziarah Walisongo saja. Saya juga baru satu bulan ditugaskan jadi Plt di sini,” tegasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komite Anti Korupsi Indonesia (KAKI) Lucky Nurhidayah mendesak aparat penegak hukum (APH) segera memeriksa sejumlah anggaran mencurigakan yang melekat di Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Lampung pada Tahun Anggaran 2025.
Lucky mengungkapkan, sejumlah pos anggaran yang dinilai tidak masuk akal dan rawan penyimpangan. Salah satunya adalah Belanja Jasa Ziarah Wisata Rohani sebesar Rp1,359 miliar.
“Anggaran sebesar itu sangat besar untuk kegiatan wisata rohani. Ini sangat berpotensi terjadi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kami minta APH, baik Kejati Lampung maupun KPK, turun tangan melakukan audit,” tegas Lucky, Senin 4 Agustus 2025.
Tak hanya itu, ia juga menyoroti Belanja Hadiah Perlombaan sebesar Rp132 juta, yang menurutnya patut dipertanyakan dari sisi urgensi dan mekanisme distribusinya.
“Perlombaan macam apa yang sampai menelan anggaran sebesar itu? Siapa pesertanya? Siapa penerimanya? Di tengah upaya efisiensi anggaran, ini justru terlihat seperti pemborosan yang disengaja,” ujarnya geram. (*)